Archive for the ‘My Life, Not Yours’ Category

Electoral College VS Popular Votes

Amerika Serikat adalah negara yang sangat menjunjung tinggi demokrasi. Namun seperti yang telah kita ketahui bersama pada tahun 2000 ketika terjadi pemilihan presiden antara Bush dan Al Gore dimana Al Gore memenangkan mayoritas national popular votes namun kalah karena Bush mendapatkan 271 eloctoral votes. Hal ini merupakan kali ke empat hal yang serupa terjadi, 1824 Adams vs Jackson, 1876 Hayes vs Tilden dan 1888 Harrison vs Cleveland. Menyikapi hal yang seperti ini kita semua menjadi bertanya-tanya, demokrasikah Amerika?

Sistem Electoral College ini sendiri merupakan bagian dari konstitusi Amerika Serikat. Para pendiri Amerika tidak setuju dengan pemerintahan yang dijalankan oleh negara-negara di Eropa dan Amerika, dimana kebanyakan menganut sistem pemerintahan monarki dan masih sangat sedikit sekali yang merupakan negara republik. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membuat sebuah konstitusi –dalam hal ini menyangkut pemilihan presiden- dengan berdasarkan dua isu penting yaitu : power to people dan power to the state yang dinamakan sistem electoral college.

Para pendiri AS tidak percaya pada kemampuan masyarakatnya untuk memilih presiden secara langsung. Oleh karenanya, mereka harus memilih ’electors’ yang dapat dipercaya untuk memilihkan pilihan terbaik bagi mereka, ini yang dinamakan power to people. Kemudian, sebelum revolusi, koloni Inggris tidak memiliki kesadaran untuk menjadi seorang American. Mereka masih berada di bawah pengaruh kerajaan Inggris, bahkan setelah revolusi pun kesetiaan terhadap ’state’ selalu didahulukan daripada kepentingan negara (AS). Oleh karena itu Konstitusi dibentuk untuk menyatukan seluruh koloni di bawah satu pemerintahan nasional, namun tidak seluruhnya. Negara kecil seperti New Jersey takut jika mereka bersatu di bawah konstitusi maka mereka akan ’tenggelam’ di bawah dua belas negara bagian besar lainnya seperti New York dan Virginia. New York dan Virginia, tentu saja, berpikir bahwa mereka sudah seharusnya memiliki pengaruh yang paling besar. Itulah mengapa setiap negara bagian memiliki jumlah senator yang sama dan memiliki perwakilan HoR sesuai dengan jumlah populasi mereka, dan gabungan dari keduanya itulah yang dinamakan Electoral College. Dengan begitu, negara besar tetap memiliki pengaruh besar namun negara kecilpun tidak sepenuhnya kehilangan pengaruh.

Kita telah diingatkan dan mendapat pelajaran dari kasus Al Gore-Bush bahwa Konstitusi tidak mengatakan bahwa yang memenangkan suara nasional lah yang menang, namun yang memenangkan suara electoral college lah yang akan maju menjadi presidean. Jadi, Bush menduduki kursi kpresidenan secara adil sesuai dengan yang diatur oleh konstitusi. Dan di sinilah kemudian muncul banyak pertanyaan dan perdebatan mengenai ’apakah suara kami (warga AS) benar-benar dihitung? Apakah sistem seperti ini benar-benar menceriminkan demokrasi yang sebenarnya?’

Hampir 65-70 persen warga AS menginginkan sistem electoral college ini digantikan oleh sistem pemilihan langsung, karena menggambarkan keadilan yang mendasar. Dan hampir 700 proporsal telah diajukan kepada Kongres untuk menghapus sistem electoral college. Lebih banyak propsal diajukan kepada Konstitusi untuk masalah sistem pemilihan ini daripada masalah-masalah lainnya. Apalagi saat ini 48 negara bagian dan 1 DC menggunakan sistem the-winner-take-all, yang artinya semua electors akan memilih kandidat yang menang di daerah mereka. Kecuali di dua negara yaitu Maine dan Nebraska yang pemilihannya berdasarkan Congressional District vote dan memberikan dua suara untuk kandidat yang menang. Padahal di masa awal, para electors bebas memilih presiden dan wakilnya sesuai dengan pilihan mereka.

Di sisi lain, tanpa sistem electoral college maka dapat dibayangkan bahwa para kandidat akan menghabiskan sedikit sekali waktu untuk meraih suara masyarakat yang tinggal di negara bagian kecil. Seperti yang disebutkan oleh Curtis Gran dari Committee for the Study of the American Electorate, :

“The idea of getting rid of the Electoral College . . . would be profoundly dangerous, particularly in the present way that we conduct our campaigns.  Essentially what this would mean is that the totality of our campaigns would be a television advertising, tarmac kind of campaign. You would be handing the American presidential campaign to whatever media adviser could out slick the other.  Different States in different regions have important interests to which the candidate should be subjected and to which the candidates should be required to speak. . . . [D]irect elections would insure that all monetary resources would be poured into [televised political] advertising.  There would be virtually no incentive to try to mobilize constituencies, organize specific interests, or devote any resources to such things as voter registration and education. . . . What we would have is a political system that combines the worst of network television with the worst of the modern campaign.”Created by user

Di bawah system electoral college, saya yakin bahwa para kandidat dapat memenangkan suara hanya dengan mengantongi suara-suara dari 11 negara bagian besar (California, Texas, Florida, New York, Ohio, Pennsylvania, Illinois, Michigan, New Jersey, North Carolina, dan Georgia atau Virginia), namun di bawah system pemilihan langsung perhitungan ini bahkan dapat direduksi lagi, bisa dengan hanya mengantongi suara mayoritas di 7-8 negara bagian berpopulasi besar.

Memang secara substansial, system seperti ini tidak menunjukan bagaimana demokrasi AS berjalan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selama beratus-ratus tahun system ini tidak pernah gagal –setidaknya empat kali- berjalan sesuai dengan prosedur. Apalagi jika pemilihan presiden berlangsung normal maka pemenang electoral college akan sama dengan pemenang popular votes. Jika memang system ini dirasa tidak memenuhi syarat demokrasi maka sudah lama system ini diganti, namun toh sampai saat ini system electoral college ini masih dapat eksis dan berjalan sebagaimana mestinya.

Jadi demokrasi bukan hanya sekedar memberi kekuasaan ke rakyat untuk memilih sendiri pemimpinnya (power to people), namun seperti yang disebutkan di atas bahwa power to the state bagi AS juga penting karena meskipun demokrasi tidak dirasakan langsung oleh setiap individu namun menjamin Negara bagian yang lebih kecil dimana individu itu berada.